Kupang, inihari.co- Dalam lanskap politik Kota Kupang yang terus berkembang, nama Tellendmark Judently Daud, S.Sos kian mencuri perhatian sebagai sosok wakil rakyat yang konsisten, cerdas, dan berkomitmen terhadap pelayanan publik. Tidak hanya hadir sebagai simbol politik, Tellendmark tampil sebagai figur legislatif yang aktif menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengawal jalannya kebijakan pemerintah kota.
Lahir dan besar di Kota Kupang, Tellendmark saat ini kembali dipercaya masyarakat untuk duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kupang mewakili Partai Golkar dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Kupang 2, dengan perolehan 1.821 suara pada Pemilu 2024.
Perjalanan politik Tellendmark bukan kisah baru. Ia telah menapaki berbagai posisi penting di parlemen daerah. Pada periode 2009–2014, ia menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Kupang, kemudian dipercaya menjadi Wakil Ketua DPRD untuk periode 2014–2019, dan melanjutkan kiprahnya sebagai Ketua Komisi III DPRD Kota Kupang di periode 2019–2024.
Pengalaman lintas jabatan tersebut menjadikan Tellendmark dikenal luas sebagai legislator yang memahami secara mendalam mekanisme legislasi, penganggaran, serta pola kemitraan antara DPRD dan Pemerintah Kota.
Momen pelantikan DPRD Kota Kupang periode 2024–2029 turut mencatat sejarah tersendiri. Tellendmark dilantik bersama sang putra, Randi Daud, S.ST, yang juga berhasil meraih kursi DPRD dari partai yang sama. Fenomena “ayah dan anak di parlemen” ini menjadi simbol regenerasi politik yang sehat di tubuh Partai Golkar.
Tellendmark menilai, kolaborasi dengan generasi muda merupakan bentuk kesinambungan perjuangan politik. “Kehadiran anak muda di fraksi Golkar memperkuat suara generasi baru agar lebih terwakili dalam proses kebijakan publik,” ujarnya.
Kini menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Kupang, Tellendmark menunjukkan gaya kepemimpinan yang tegas namun terbuka. Ia menyatakan dukungan terhadap program Wali Kota Christian Widodo dan Wakil Wali Kota Serena Francis, khususnya dalam visi pembangunan kota dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Namun, dukungan tersebut bukan tanpa batas. “Dukungan tidak berarti menutup mata terhadap pengawasan. Justru pengawasan adalah bentuk tanggung jawab moral agar kebijakan tetap berpijak pada aspirasi rakyat,” tegasnya.
Menurutnya, fungsi pengawasan DPRD penting untuk memastikan agar anggaran publik digunakan secara efisien, transparan, dan berkeadilan. Dengan demikian, pemerataan pembangunan dapat dirasakan hingga ke kawasan pinggiran dan permukiman padat penduduk.
Konsistensi Tellendmark dalam fungsi pengawasan telah tampak dalam berbagai isu strategis. Salah satunya pada Desember 2022, ketika ia menyoroti utang Pemerintah Kota Kupang sebesar Rp 27,2 miliar kepada pihak ketiga (OPD) yang belum dibayarkan. Ia menyarankan agar pemerintah menunggu kejelasan Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Provinsi NTT, sembari menyiapkan solusi alternatif jika dana tersebut tidak tersedia.
Tellendmark juga menunjukkan kepedulian terhadap nasib Pegawai Tidak Tetap (PTT). Ia menegaskan agar seluruh 2.414 PTT di Kota Kupang tetap diakomodasi pada tahun 2024. Ia bahkan memprotes pemberhentian 38 pegawai yang tercatat di BKN namun tidak diperpanjang SK-nya.
Pada 2021, saat menjabat Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD, Tellendmark secara terbuka menolak pemberhentian 186 PTT karena dinilai tidak sesuai mekanisme penganggaran. Ia meminta agar praktik serupa tidak kembali terjadi di masa mendatang.
Di masa kepemimpinannya sebagai Ketua DPRD periode 2009–2014, Tellendmark berhasil membawa lembaga legislatif kota menjadi lebih produktif dalam menghasilkan Peraturan Daerah (Perda) inisiatif yang relevan dengan perkembangan daerah dan kebutuhan masyarakat.
Bagi Tellendmark, parlemen bukan sekadar ruang politik, melainkan wadah perjuangan untuk memperjuangkan keadilan kebijakan. Ia percaya bahwa sinergi antara DPRD dan pemerintah kota harus dibangun di atas transparansi, akuntabilitas, dan kepercayaan publik.
Dengan prinsip tersebut, kiprah Tellendmark Daud di DPRD Kota Kupang menjadi cerminan politik yang matang, yakni politik yang berpijak pada etika, akal sehat, dan pengabdian kepada rakyat. (Yantho Sulabessy Gromang)
Discussion about this post