
Oelamasi, inihari.co- Harapan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mengelola dan mengembangkan potensi-potensi ekonomi di wilayah pedesaan demi peningkatan perekonomian serta Sumber Daya Manusia (SDM) pedesaan, kini harus pupus.
Pasalnya, anggaran untuk desa model yang selama ini dikelola oleh PKK Provinsi NTT telah dicoret dan tidak lagi dianggarkan di tahun 2022 mendatang.
Ketua PKK Provinsi NTT – Julie Sutrisno Laiskodat mengatakan, selama ini pihaknya terus bersemangat dalam meningkatkan SDM warga pedesaan di NTT melalui program desa model. Salah satu tujuan dari program tersebut adalah untuk memberantas gizi buruk serta mencegah stunting.
“Kita setiap tahun menciptakan desa model minimal 1 desa untuk setiap kota-kabupaten. Dan hingga 2021, di 22 kota-kabupaten di NTT masing-masing sudah memiliki 2 desa model,” katanya, Kamis (02/12/2021).
Melalui desa model, banyak potensi ekonomi di pedesaan yang telah dikembangkan, termasuk potensi wisata alam maupun budaya. Menurut Julie, potensi-potensi seperti keindahan laut, gunung dan juga tenunan, terus dikelola secara baik oleh masyarakat dengan terus didampingi PKK, demi peningkatan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat desa.
Julie Laiskodat bercerita, untuk mendukung program desa model, pihaknya telah bekerjasama dengan perusahaan PTTEP milik negara Thailand yang bergerak di sektor minyak dan gas untuk menyediakan air, sinyal dan listrik di wilayah pedesaan di NTT.
Untuk itu, Julie Laiskodat sangat menyayangkan adanya penghapusan anggaran program desa model oleh DPRD Provinsi NTT, karena hal tersebut berdampak pada terhentinya impian masyarakat desa yang telah berkomitmen bersama PKK dalam mengembangkan potensi desa serta memberantas gizi buruk dan mencegah stunting.
“Kami sebelumnya sudah membahas anggaran desa model antara PKK dengan Komisi 4. Kami juga dengan komisi 2 sudah membahasnya bersama Dekranasda. Hasil pembahasan di tingkat Komisi, semua yang diajukan terkait desa model mendapat dukungan penuh oleh kedua Komisi. Namun sangat disayangkan, ketika pembahasan itu naik ke Badan Anggaran (Banggar), anggaran untuk desa model dihapus,” terang Julie.
Julie Laiskodat menjelaskan, berdasarkan penjelasan Banggar, alasan anggaran desa model dihapus karena anggaran bagi PKK lebih besar dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) sebagai induk PKK. Alasan tersebut dinilainya tidak tepat, sebab memang program dan kegiatan PKK lebih banyak jika dibandingkan dengan program dan kegiatan DPMD Provinsi NTT.
“Terus terang saya kecewa. Kasian warga desa, mereka sudah bermimpi agar program desa model bisa dilakukan di desa mereka agar perekonomian mereka maju, namun mimpi itu harus terhenti. Saya tidak mau akibat peniadaan anggaran desa model membuat masyarakat desa tidak sejahtera,”ujarnya.
Untuk itu Julie Laiskodat berjanji tidak akan berhenti di sini dan akan terus berjuang, termasuk mencari bantuan CSR dari berbagai pihak. “Intinya tidak ada yang bisa halangi saya untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat NTT,” tegasnya. (Yantho Sulabessy Gromang)
Discussion about this post