Kupang, inihari.co- Dinas Koperasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Diskop Nakertrans) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) selama ini banyak mendapat pengaduan dari pekerja yang bersumber dari persoalan Ketenagakerjaan. Persoalan yang diadukan pada umumnya terkait dengan norma dan urusan dalam hubungan antara pekerja dan pemberi kerja yang tentunya membawa dampak pada produktivitas, dalam hal ini pelayanan Koperasi.
Hal ini diungkapkan Kepala Diskop Nakertrans Provinsi NTT – Sylvia Peku Djawang, SP, MM dalam kegiatan webinar bertajuk “Peraturan Khusus (Persus) Karyawan Koperasi” yang diselenggarakan oleh Klinik Digitalisasi Koperasi NTT Bangkit – Diskop Nakertrans Provinsi NTT secara live streaming pada Kamis (12/01/2023) di channel YouTube “Klinik Digitalisasi Koperasi NTT” (Link: https://www.youtube.com/@klinikdigitalisasikoperasi4234).
Webinar tersebut menghadirkan pemateri Hentji Lay selaku Mediator Hubungan Industrial Ahli Muda pada Diskop Nakertrans NTT yang membawakan materi bertajuk “Hak dan Kewajiban Karyawan Koperasi”, dipandu oleh Pengawas Koperasi Ahli Muda – Nelciana Yulita Soruh, SE, M.Ak selaku Moderator.
Sylvia Pek Djawang mengatakan, Koperasi adalah lembaga independen sehingga dalam urusan manajemen administrasi harus tetap mengindahkan kaidah-kaidah yang bersangkutan dengan peraturan Ketenagakerjaan dan Persus Koperasi, terutama yang dapat membawa hubungan harmonis antara pekerja dengan pemberi kerja.
Saat ini keberadaan Koperasi di NTT telah banyak membantu pemerintah Provinsi NTT dalam menekan tingkat pengangguran di NTT. Hal itu perlu mendapat apresiasi dari semua pihak.
Sebelum memasuki awal tahun buku, seluruh Koperasi dihimbau mengevaluasi tahun buku sebelumnya. Dan untuk itu pihak Dinas membuka diri kepada seluruh Koperasi di NTT untuk berkoordinasi terkait penyusunan penilaian kesehatan koperasi dan juga beberapa regulasi yang mengalami perubahan.
Lebih lanjut dikatakan oleh Pengawas Koperasi Ahli Muda – Nelciana Soruh. Menurutnya, dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh bidang Pengawasan Diskop Nakertrans NTT ditemukan banyak Koperasi di NTT yang belum memiliki Peraturan Khusus (Persus), atau yang dalam Perusahaan disebut Peraturan Perusahaan.
“Dalam sebuah lembaga Koperasi terdapat Tiga Peraturan yang menjadi dasar, yakni Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) dan Persus. ART adalah turunan dari AD dan Persus adalah turunan dari ART,” katanya sembari menjelaskan bahwa Ketiga aturan tersebut bertujuan untuk mengendalikan Koperasi sehingga setiap Koperasi dalam melakukan pengelolaan manajemen diatur dalam Persus.
Terkait Persus Koperasi, Mediator Hubungan Industrial Ahli Muda Diskop Nakertrans NTT – Hentji Lay menjelaskan, Persus Koperasi adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pemberi kerja yang membuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan/organisasi. Syarat kerja yang dimaksud adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Lay, yang dimaksud dengan “yang belum diatur” seperti pengaturan jam kerja bagi pekerja yakni Delapan jam sehari atau Lima hari kerja dalam seminggu atau 40 jam. “Tetapi dalam UU tidak diatur kapan dimulainya jam kerja dan kapan berakhirnya jam kerja bagi pekerja/buruh. Hal inilah yang nantinya diatur dalam Persus Koperasi,” jelas Lay.
Lebih lanjut Lay menjelaskan, peranan dan fungsi daripada Peraturan Perusahaan atau Persus Koperasi adalah, pertama, kepastian hak dan kewajiban antara pengusaha/pemberi kerja/koperasi dan pekerja/buruh. Hal ini wajib karena untuk menjaga kelangsungan atau kepastian ketenangan bekerja di dalam Koperasi. ”Kalau tidak ada kepastian hak dan kewajiban maka karyawan akan bekerja dengan tidak ada kepastian,” ujarnya.
Hak orang dalam bekerja salah satunya adalah hak untuk menerima upah, hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, hak untuk mendapatkan waktu istirahat, hak untuk mendapatkan cuti, atau libur. Sedangkan kewajiban pekerja adalah melaksanakan pekerjaan yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kerja yang dibuat antara pekerja dengan pemberi kerja.
Sementara hak dan kewajiban pemberi kerja atau lembaga Koperasi adalah hak untuk dapat melakukan pemutusan hubungan kerja bagi karyawan atau pekerja. Pemutusan hubungan kerja menurut Lay, dapat dilakukan bila karyawan Koperasi bekerja tidak sesuai petunjuk atau arahan, melanggar ketentuan atau Peraturan Khusus Koperasi yang telah ditetapkan atau yang telah disepakati bersama. Selain itu ada hak untuk memerintah dan mengatur, dan hak atas hasil pekerjaan karyawan. “Sedangkan kewajiban dari pemberi Kerja seperti kewajiban membayar gaji karyawan serta kewajiban menyediakan jaminan sosial kepada karyawan,” tambahnya.
Peran dan fungsi yang lain yaitu sebagai sarana peningkatan kesejahteraan karyawan dan keluarga. “Bila hak dan kewajiban terpenuhi maka dengan sendirinya kesejahteraan karyawan juga terpenuhi,” lanjutnya.
Selain itu, Peran dan fungsi Persus Koperasi adalah sebagai instrumen penyelesaian keluh kesah di tingkat Lembaga Koperasi dan karyawan Koperasi itu sendiri. Dalam Persus Koperasi juga harus memuat suatu wadah atau lembaga yang dapat menyelesaikan suatu perselisihan dalam lembaga Koperasi sebelum sampai pada sidang tripartit pada Dinas Tenaga Kerja.
Hal lainnya dari Persus Koperasi yakni mengatur pelaksanaan hubungan kerja antara pengurus dan karyawan serta antara sesama karyawan dan juga mewujudkan ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha.
Sedangkan prinsip-prinsip dalam pembuatan Persus Koperasi tentang karyawan adalah tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, lebih baik dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak diskriminatif serta memiliki pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Sebagai tindak lanjut dari prinsip pembuatan Persus, maka pihak yang menyusun Persus Koperasi tentang karyawan menjadi tanggung jawab pengurus Koperasi dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja atau karyawan yang ada dalam lingkungan kerja dengan syarat harus ada surat pernyataan bahwa sudah ada perwakilan dari pekerja/buruh dalam penyusunan peraturan tentang karyawan. “Keterlibatan wakil pekerja/karyawan dalam pembuatan persus penting isi yang telah disepakati bersama dapat dijalankan dengan secara bertanggung jawab,” jelas Lay.
Sementara menyangkut dengan isi Persus Koperasi memuat hak dan kewajiban pemberi kerja, hak dan kewajiban karyawan, syarat kerja serta tata tertib lembaga Koperasi, dan jangka waktu berlakunya Persus tersebut.
Terkait dengan isi Persus maka materi yang perlu dicantumkan dalam Persus tersebut yakni menyangkut hubungan kerja dan masa percobaan, hari kerja, waktu kerja, pengupahan, upah selama sakit serta istirahat (istirahat Mingguan dan hari libur, cuti tahunan, istirahat haid, istirahat melahirkan dan gugur kandungan). Selain itu juga mengatur tentang tata tertib dan disiplin kerja, pemberian surat peringatan, skorsing, mengundurkan diri atau mangkir, penyelesaian keluh kesah dan penutup.
“Hubungan kerja sebagaimana yang dimaksud adalah hubungan kerja antara pengurus dan karyawan Koperasi yang termuat dalam suatu perjanjian kerja. Apakah perjanjian kerja itu bersifat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau perjanjian kerja dengan Waktu Tidak Tentu atau PKWTT yang dikenal dalam UU Ketenagakerjaan,” ungkapnya.
Sedangkan yang menyangkut dengan masa percobaan dalam UU Ketenagakerjaan hanya berlaku untuk calon pekerja tetap sehingga apabila ada calon pekerja tetap yang diberlakukan masa percobaan maka prinsipnya batal demi hukum.
Sementara terkait dengan lembur atau penambahan waktu kerja bagi pekerja harus atas kesepakatan bersama antara pemberi kerja dengan pekerja yang dibuat dalam bentuk tertulis. Hal tersebut penting karena itu yang menjadi dasar untuk membayar upah lembur si pekerja.
Pada saat kerja lembur, pekerja wajib disediakan makanan dan minuman oleh pemberi kerja, dan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 jam sehari dan 18 jam seminggu. Untuk makanan dan minuman bagi pekerja lembur tidak dapat digantikan dengan biaya berupa uang karena biaya upah lembur terpisah dari biaya makan dan minum pekerja yang melakukan pekerjaan lembur.
“Namun jika karyawan atau pekerja tidak ingin bekerja lembur, maka pengusaha atau pemberi kerja tidak dapat memaksa,” tutupnya. (Yantho Sulabessy Gromang)
Discussion about this post