
Kupang, inihari.co- Masyarakat Desa Naunu dan Kelurahan Camplong Satu, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang – Nusa Tenggara Timur, resmi menggugat Depertemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (Depnakertrans RI) serta Pemerintah Kabupaten Kupang dan Tentara Nasional Indonesia beserta sejumlah pihak yang dianggap ikut serta dalam penguasaan lahan seluas 1.600 hektare. (Berita Sebelumnya: Warga Kabupaten Kupang Siap Gugat Kementerian Nakertrans)
Lahan tersebut sebelumnya memang sudah diserahkan warga ke Nakertrans pada tahun 2000 silam dan telah ada sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) oleh Nakertrans. Namun akibat pihak Nakertrans memberikan lagi tanah tersebut ke TNI seluas 558 hektare untuk kepentingan pembangunan sarana TNI, maka warga merasa dipermainkan dan siap melakukan perlawanan melalui jalur hukum.
Untuk diketahui, sejak Tahun 2007, TNI telah membangun Satu Markas yakni Brigif 21 Komodo di lahan milik warga yang diserahkan ke Nakertrans. TNI juga kini akan membangun lagi Markas Yon Armed dan Yon Arhanud dilahan tersebut. Warga (Ahli Waris Tanah) yang merasa dirugikan akhirnya mengambil keputusan dengan menunjuk Lembaga Bantuan Hukum atau LBH ALF LAW OFFICE atau Alex Frans Team Sebagai Kuasa Hukum agar menangani persoalan itu. (Berita Sebelumnya: Warga Desa Naunu Tolak Pembangunan Sarana TNI Di Wilayah Mereka)

Ketua Tim Kuasa Hukum LBH ALF LAW OFFICE – Alex Frans pada Rabu, 08 Mei 2019, mengaku, berdasarkan Surat Kuasa nomor: 8/ALF-PH-HWI/V/2019 yang ditanda tangani oleh 5 orang warga perwakilan Suku Desa Naunu dan Kelurahan Camplong Satu, telah diberikan kuasa untuk mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Oelamasi.
Menurut Alex Frans, dalam gugatan yang didaftarkan tadi siang, pihaknya siap menggugat Depertemen Nakertrans RI, TNI, Bupati Kupang, pihak Pertanahan, serta Kementerian Keuangan dan juga 9 Warga yang sebelumnya terlibat menyerahkan lahan kepada Pemerintah Kabupaten Kupang untuk diberikan ke Nakertrans.
Sementara itu, Mega Frans, salah satu Anggota Tim Kuasa Hukum mengatakan, perkara Gugatan perbuatan melawan hukum telah mereka daftarkan di Pengadilan Negeri Oelamasi. Pendaftaran perkara dengan nomor : 21/pdt.G/2019/OLM tersebut telah menjadi langkah awal bahwa pihaknya secara resmi siap menyelesaikan masalah tanah tersebut melalui jalur hukum.

“Kita tinggal menunggu penetapan tanggal sidang dari Pengadilan Oelamasi. Sebab soal materi gugatan semua sudah kita uraikan, tinggal nanti dipelajari oleh majelis hakim untuk menentukan sidang selanjutnya,” terang Mega.
Mega juga mengaku, upaya hukum yang dilakukan warga, juga karenakan warga merasa ditipu oleh Nakertrans yang sampai saat ini belum merealisasi semua kesepakatan, termasuk memberikan bantuan serta bangunan rumah transmigrasi bagi warga. (Yantho)
Discussion about this post