
Kupang, inihari.co- Walaupun pembangunan Bendungan Temef di Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah berjalan selama 4 tahun, namun proses pembebasan sekaligus ganti-rugi lahan warga yang digunakan dalam kawasan bendungan belum terealisasi sampai hari ini.
Alasan belum adanya ganti rugi lahan tersebut disebabkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia (RI) sampai hari ini belum mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang Peta Bidang yang masuk dalam kawasan pembangunan bendungan.
Untuk diketahui, lahan pembangunan Bendungan Temef mencakupi lahan seluas 480,5 hektare, dengan 206 hektare di antaranya adalah milik masyarakat dan 274,5 hektare lainnya masuk dalam kawasan hutan.
Berdasarkan hasil pengukuran oleh BPN yang kemudian dinilai oleh tim appraisal, nilai ganti rugi lahan diperkirakan sedikitnya senilai 90 miliar rupiah.
- Baca Berita Sebelumnya: Pekerjaan Utama Bendungan Temef Capai 7,4 Persen
- Baca Berita Sebelumnya: Pembangunan Bendungan Temef Terus Berjalan Sambil Menunggu Sumber Dana
- Baca Berita Sebelumnya: Realisasi Fisik Bendungan Temef Terus Alami Deviasi Plus
Wakil Ketua DPRD Kabupaten TTS – Yusuf Soru yang ditemui pada Minggu (05/06/2022) mengatakan, dirinya sangat menyayangkan jika sampai hari ini belum ada kejelasan soal ganti rugi lahan milik warga yang sudah digunakan dalam pembangunan bendungan Temef hanya akibat lambatnya SK Peta Bidang dari KLKH RI.
Menurutnya hal tersebut harus menjadi perhatian khusus dari pimpinan daerah, baik Bupati Kabupaten TTS maupun Gubernur Provinsi NTT, agar tidak berpangku tangan dan segera mengambil tindakan tegas mendorong KLHK RI untuk segera menyelesaikan persoalan administrasi tersebut guna mempercepat proses ganti rugi lahan milik warga.
“DPRD Kabupaten TTS melalui Komisi 3 sebelumnya telah turun ke lokasi Bendungan untuk bertemu dengan masyarakat dan pihak BWS. Dan berdasarkan komunikasi yang dibangun, diketahui sampai hari ini belum ada SK dari KLHK RI sehingga menghambat proses ganti rugi lahan,” katanya.
Yusuf Soru juga menegaskan, sebagai wakil rakyat- DPRD Kabupaten TTS juga akan lebih proaktif menanggapi persoalan ganti rugi lahan warga di Bendungan Temef. Pihaknya akan segera membangun berkomunikasi dengan kementerian dan KLKH RI untuk mendorong penyelesaian SK Peta Bidang di kawasan Bendungan Temef.
Dirinya juga menghimbau masyarakat selaku pemilik lahan di Bendungan Temef yang selama ini merasa dirugikan untuk tetap bersikap kondusif, sebab DPRD bersama Pemerintah akan terus memperjuangkan hak mereka hingga terlaksananya proses ganti rugi.
Sementara Pelaksana Lapangan dari PT. Nindya Karya – Jarot Budi yang ditemui di lapangan, mengatakan, dalam menjalankan pekerjaan, pihaknya sering mendapat sejumlah komplain dari warga pemilik lahan. Warga pada umumnya terus menanyakan soal ganti rugi lahan. Warga pemilik lahan mendesak agar realisasi ganti rugi lahan segera dilaksanakan.
“Ada banyak warga lakukan komplain soal ganti rugi lahan. Kami selaku kontraktor hanya terus berupaya membangun komunikasi dengan para warga melalui aparatur Desa maupun Kecamatan agar tidak terjadi gesekan. Kami pun tetap bersinergi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) dan Pemerintah setempat beserta DPRD agar segera memperjuangkan realisasi ganti rugi lahan masyarakat di tahun 2022, paling lambat di tahun 2023 mendatang,” kata Jarot.
Pembangunan Bendungan Temef sendiri sampai hari ini terus dilaksanakan. Untuk Paket 2 yang dikerjakan oleh PT. Nindya Karya, telah selesai dikerjakan. Saat ini, menurut Jarot, pihaknya sedang melanjutkan pekerjaan Paket 3 yang kini progresnya sudah mencapai 28 persen.
Sementara untuk pekerjaan Paket 1 yang dikerjakan oleh PT. Waskita Karya, saat ini sudah mencapai 87,2 persen. Dan dipastikan Joko Suparto selaku Site Operational Manager (SOM) akan selesai pada bulan Agustus mendatang, lebih cepat dari waktu yang ditetapkan hingga akhir Desember 2022 mendatang. (Yantho Sulabessy Gromang)
Discussion about this post