
Kupang, inihari.co- Keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), selain untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, juga untuk memberikan kontribusi kepada anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap tahun. BUMD yang tidak memberikan manfaat bagi daerah sebaiknya dibubarkan atau dilikuidasi.
Hal ini dikatakan Ketua Komisi 3 DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) – Jonas Salean, SH, M.Si yang adalah anggota Fraksi Partai Golkar, saat ditemui di ruangannya pada Kamis (19/05/2022).
Menurut Jonas Salean, saat ini Pemerintah Provinsi NTT memiliki empat BUMD, yaitu PT BPD NTT (Bank NTT), PT Jamkrida, PT Flobamor dan PT Kawasan Industri (KI) Bolok. Dari ke 4 BUMD tersebut, hanya Bank NTT dan PT Jamkrida yang memberikan kontribusi PAD pada APBD 2021. Sedangkan dua BUMD lainnya, yaitu PT Flobamor dan PT KI Bolok belum memberikan kontribusi PAD pada APBD tahun anggaran 2021.
“Kalau PT KI Bolok dapat dimaklumi karena baru saja didirikan dan mendapatkan suntikan dana penyertaan modal pada tahun anggaran 2021, serta kegiatannya masih berkonsentrasi pada penataan, baik infrastruktur kantor maupun renegosiasi kerjasama dengan Pihak Ketiga yang dulunya ditandatangani tetapi kurang menguntungkan Pemda NTT,” katanya.
Yang sulit dipahami oleh Fraksi Partai Golkar, lanjut Jonas Salean, adalah nasib PT Flobamor; bukan saja karena belum memberikan kontribusi selama bertahun-tahun, tetapi nasib dan orientasi bisnis dari BUMD tersebut selama dua tahun terakhir, kinerjanya terus menjadi sorotan dari DPRD Provinsi NTT.
Fraksi Partai Golkar sendiri diakui sudah berkali-kali meminta agar PT Flobamor diaudit keuangannya dan diaudit kinerjanya. Bahkan Fraksi Partai Golkar merekomendasikan agar PT Flobamor dilikuidasi dan membentuk BUMD baru.
“Namun Gubernur Viktor Laiskodat mungkin punya pandangan sendiri, sehingga PT Flobamor malah diberi kepercayaan untuk mengelola Hotel Sasando International,” ujar Jonas Salean.
PT Flobamor juga diberi kepercayaan mengelola Hotel Plago di Labuan Bajo pasca pengambil-alihan secara paksa oleh Pemda Provinsi NTT. Tetapi hotel tersebut sampai sekarang justru ditelantarkan dan menyebabkan kerugian miliaran rupiah setiap tahun.
Selain itu, PT Flobamor juga digadang-gadang menjadi mitra kerja petani Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) dan mitra kerja nelayan dalam budidaya ikan kerapu dan rumput laut.
“Sementara PT Flobamor juga mendapat catatan dari BPK dalam hal Pengadaan beras JPS di Dinas Sosial karena diduga berpotensi menimbulkan kerugian negara. Belum lagi Core Bisnis PT Flobamor yang dulunya mengelola 3 Kapal Motor Penyeberangan (KMP) untuk melayani rute-rute yang sulit terjangkau, sekarang core bisnisnya menjadi tidak jelas,” imbuhnya.
Fraksi Partai Golkar, kata Jonas, menilai bahwa jika kondisi ini dibiarkan terus maka berpotensi menimbulkan masalah hukum yang membebani Pemda Provinsi NTT pada masa sekarang masa yang akan datang. Oleh karena itu Fraksi Partai Golkar meminta Gubernur Viktor Laiskodat melakukan audit terhadap PT Flobamor sehubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
- Audit terhadap dana subsidi Pemerintah Pusat untuk pengoperasian dua KMP yang dikelola PT Flobamor;
- Audit dana pinjaman 100 milyar dari Bank NTT dengan agunan aset Flobamor Regency;
- Audit keuangan hotel Sasando Internasional yang tahun 2021 tidak menghasilkan deviden;
- Audit terhadap pengelolaan hotel Plago yang ditelantarkan oleh PT Flobamor;
- Audit investigasi atas pengadaan beras pada Dinas Sosial yang berpotensi menimbulkan kerugian negara;
- Audit terhadap keberadaan begitu banyak anak perusahaan PT Flobamor;
- Audit terhadap uang sebesar 1,6 Milyar Rupiah berupa deviden yang tidak disetor ke kas daerah Pemda Provinsi NTT.
(Yantho Sulabessy Gromang)
Discussion about this post