Presiden Jokowi melanggar janji kampanye terkait program “Nawacita”.

Jakarta, inihari.co – Meski penunjukan calon Kapolri adalah hak prerogatif presiden, sejumlah kalangan, khususnya para aktivis, melakukan berbagai upaya mengganjal terpillihnya Komjen Budi Gunawan sebagai pengganti Kapolri Jenderal Sutarman.
Indonesia Corruption Watch (ICW) misalnya, menganggap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkesan tutup mata dalam memilih calon Kapolri. Koordinator Divisi Hukum ICW, Emer¬son Yuntho, menilai Jokowi melanggar program “Nawacita” (Sembilan Cita-cita) yang diusung sejak masa kampanye. Dalam salah satu poinnya menyebutkan akan memillih jaksa agung dan Kapolri yang profesional, berintegritas, dan bersih.
Emerson mengatakan, janji kampanye tersebut ternyata tidak dilaksanakan, tidak mellibatkan KPK dan PPATK dalam memilih jaksa agung dan Kapolri.
Penolakan terhadap calon Kapolri pilihan Jokowi juga disampaikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Ronald Rofiandi, meminta DPR untuk optimal menelusuri rekam jejak dan integritas calon Kapolri.
“Langkah ini terkesan janggal dan terburu-buru. Terlebih lagi, Presiden Jokowi tidak melibatkan KPK dan PPATK dalam pemilihan ini, sebagaimana dilaksanakan sebelumnya dalam proses seleksi menteri,” tutur Ronald.
“Meski tidak diwajibkan undang-undang, keterlibatan KPK dan PPATK adalah pintu masuk seleksi pejabat publik yang berintegritas,” kata Ro¬nald menambahkan.
Lebih jauh ia menjelaskan, masih banyak pertanyaan terhadap figur calon Kapolri yang diajukan presiden, salah satunya mengenai besarnya peningkatan harta kekayaan Komjen Budi Gunawan yang tertera dalam LHKPN (Tahun 2008 sebesar Rp 4,6 miliar, pada 2013 meningkat jadi Rp 22,6 miliar). Peningkatan itu menurutnya tentu menimbulkan pertanyaan dan dugaan publik, mengenai keterlibatan Budi Gunawan dalam kasus rekening gendut.
Kritikan pedas juga disampaikan mantan Kepala PPATK, Yunus Husein. Melalui akun Twitter yang dipublikasikan Minggu (11/1), Yunus berkomentar, untuk mengetahui integritas calon pejabat publik, presiden dengan pemerintahan yang baik dapat meminta info dari masyarakat, KPK, PPATK, Dirjen Pajak, Komnas HAM, dan lainnya. Namun, seperti halnya saat memilih jaksa agung, presiden sama sekali tidak meminta informasi dari KPK, PPATK, ditjen pajak, Komnas HAM, dan masyarakat maupun LSM.
Hal lain yang dianggapnya mengkhawatirkan adalah, Budi Gunawan pernah diusulkan sebagai calon menteri namun ditolak karena mendapat rapor merah.
“Calon Kapolri sekarang pernah diusulkan menjadi menteri, tetapi pada pengecekan info di PPATK dan KPK, yang bersangkutan mendapat rapor merah/tidak lulus,” Husein menuliskan dalam tweet-nya.
Ia mempertanyakan alasan presiden masih mencalonkan Budi Gunawan, yang dianggap akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap presiden atau pemerintahan dan institusi Polri.
Mulus
Salah satu yang menjadi ganjalan terberat pencalonan Budi Gunawan untuk menempati posisi tertinggi di tubuh Polri, adalah peningkatan harta kekayaan yang erat dikaitkan dengan rekening gendut.
Anggota Komisi III, Bambang Soesatyo, menyebutkan permasalahan tersebut sebenarnya telah selesai ketika Polri memberikan penjelasan pada Komisi III, periode lalu. Bambang menyiratkan fit and proper test yang kemungkinkan akan berlangsung paling lama dua pekan mendatang, akan berlangsung mulus.
“Apakah Komisi III akan menyetujui dan menerima usulan presiden? Saya tidak tahu persis. Namun, biasanya menoleh kebelakang sejarah fit and proper test calon Kapolri maupun Panglima TNI di DPR, ujung-ujungnya DPR menerima juga usulan presiden,” ucap Bambang.
“Soal isu rekening gendut, Komisi III periode lalu sebenarnya sudah mendapat klarifikasi dari Bambang Hendarso Danuri (BHD), Kapolri ketika itu, bahwa yang bersangkutan sudah diperiksa institusi Polri dan hasilnya clear,” tutur Bambang seraya memastikan Partai Golkar mendukung pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman.
Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, juga berpandangan sama. Pendiktean terhadap Budi Gunawan saat menjabat sebagai Kapolri, menurutnya tidak akan terjadi.
Budi Gunawan bahkan dinilainya akan menjadi Kapolri yang sedikit berbicara dan banyak bekerja.
“Budi Gunawan sadar betul bahwa pemberantasan narkoba, judi, kejahatan jalanan, white collar crime, dan penguatan alutsista serta peningkatan giat dan prasarana intelkam Polri adalah suatu keniscayaan. Saya yakin dia memiliki kemampuan membuat rencana strategi (renstra) Polri dan akan menjadi Kapolri yang tak banyak bicara, tapi banyak kerja,” kata perempuan yang akrab disapa Nuning ini.
Sumber : Sinar Harapan
Discussion about this post