Kupang, inihari.co- Air bersih sebagai kebutuhan primer memang sangat diperlukan oleh setiap insan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Semua orang selalu berupaya mendapatkan air yang cukup demi memenuhi kebutuhan makan minum hingga mandi dan lain sebagainya. Tak pelak, setiap calon pemimpin dalam masa kampanye selalu menjanjikan pemenuhan kebutuhan air bersih sebagai salah satu program utama demi menarik simpati masyarakat.
Di Kota Kupang hal tersebut sering terjadi. Di masa-masa Pilkada, masyarakat sering ditawarkan janji-janji oleh para calon pemimpin terkait pemenuhan air bersih. Kenyataannya, setelah silih berganti masa kepemimpinan Walikota, masyarakat sampai hari ini masih belum bisa menikmati pemenuhan tersebut.
Pelayanan air bersih di Kota Kupang saat ini bisa dikatakan masih jauh dari harapan karena banyak masyarakat yang belum bisa mengakses air minum perpipaan. Dalam wilayah Kota Kupang sendiri terdapat 2 PDAM yang melakukan pelayanan. Walaupun demikian masih banyak juga mobil tangki yang berseliweran untuk memenuhi permintaan air bersih, yang artinya kedua PDAM ini belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan hal tersebut.
Keberadaan mobil tangki tidak saja terjadi pada saat musim panas, tetapi di musim penghujan pun tetap terlihat bahwa masyarakat masih memanfaatkan jasa tersebut, yang mana seharusnya debit air sudah cukup memadai untuk dikelola secara maksimal oleh PDAM bagi masyarakat.
Harus diakui bahwa kemampuan untuk mengeksploitasi sumber air yang ada di Kota Kupang sampai hari ini belum maksimal. Contoh sumber air yang saat ini masih menganggur dan belum dimanfaatkan adalah Kali Liliba dan Haukoto. Kedua sumber yang kelihatannya cukup besar ini seandainya saja bisa dimanfaatkan secara baik oleh pemerintah maka kekurangan air bersih yang dialami masyarakat mungkin bisa direduksi.
Persoalan ketersediaan jaringan perpipaan juga masih menjadi kendala yang cukup menyulitkan dalam upaya pemenuhan air bersih. Masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan air bersih sering dihadapkan dengan alasan ketiadaan jaringan di lokasi. Dampak dari ketersediaan jaringan perpipaan yang belum melintasi seluruh area di Kota Kupang telah mengakibatkan biaya pemasangan menjadi tinggi dan sulit dijangkau masyarakat.
Berkaitan dengan biaya pemasangan yang sulit dijangkau, di Kota Kupang sebenarnya pernah dilakukan pemasangan dengan biaya yang murah, bahkan gratis. Hal itu terjadi pada tahun 2014, 2015 dan 2016 dengan total pemasangan selama 3 tahun sebanyak 3.332 sambungan rumah di masa pemerintahan Walikota Jonas Salean tahun 2012-2017.
Program tersebut dinamakan program hibah air minum yang mana ini merupakan upaya pemerintah pusat untuk mempercepat akses air minum perpipaan kepada masyarakat. Pemerintah daerah hanya diminta kesediaannya untuk terlebih dahulu melakukan pemasangan air bagi masyarakat yang kemudian biayanya diganti pemerintah pusat setelah pemasangan yang dilakukan sudah sesuai standar.
Terlepas dari nilai biaya pengembalian yang diperoleh pemerintah daerah di kala itu, namun yang paling utama adalah komitmen yang besar dari Walikota Jonas Salean selaku kepala daerah yang berpihak pada kebutuhan dasar sehingga masyarakat bisa mendapatkan instalasi sambungan air tanpa mengeluarkan biaya yang besar, dan hal tersebut merupakan sebuah peristiwa bersejarah yang sangat bermanfaat bagi masyarakat karena tidak pernah berhasil dilakukan oleh pemerintahan berikutnya.
Program ini tentunya dirindukan oleh banyak masyarakat saat ini, sebab biaya pemasangan air kini cukup tinggi yakni senilai Rp. 2.500.000,- (2 juta 500 ribu rupiah) untuk jarak tidak lebih dari 12 meter. Beruntung saat ini ada pemotongan biaya Rp. 500.000,- (500 ribu rupiah) berdasarkan baliho yang terpampang di perempatan jalan Sk Lerik menuju kantor Walikota Kupang. Hal ini wajar mengingat inflasi yang mungkin berdampak pada kenaikan harga material. Tetapi disitulah sebenarnya arti hadirnya pemerintah, yakni memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa membebani dengan dengan biaya yang tinggi.
Memang pada masa pemerintahan Jefri Riwu Kore tahun 2017-2022 juga mendulang prestasi besar dalam bidang air bersih, yakni terbangunnya SPAM Kali Dendeng dengan kapasitas 150 liter per detik dengan dana APBN yang menunjukan kepiawaiannya dalam memanfaatkan dana dari luar APBD.
Seandainya saja saat itu ada kombinasi yang tepat antara APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal air bersih maka prestasi ini menjadi lengkap. Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi sehingga menimbulkan pertanyaan, kenapa APBD tidak diarahkan untuk itu? Apakah kebutuhan masyarakat tidak penting untuk diakomodir APBD? ataukah arah APBD bukan untuk memenuhi kebutuhan dasar air bersih?
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah infrastruktur tersebut telah dirasakan oleh seluruh masyarakat yang menjadi target pelayanannya? Sebab dengan biaya pemasangan seperti saat ini, ditambah dengan ketersediaan jaringan ke rumah-rumah yang belum tersedia serta kesulitan ekonomi yang semakin memberatkan, maka kemungkinan besar manfaat dari SPAM Kali Dendeng hanya akan dirasakan oleh masyarakat yang sebelumnya telah terkoneksi dengan jaringan tersebut.
Program hibah air minum juga pernah masuk dalam rencana pada masa pemerintahan Walikota Jefri Riwu Kore, tetapi hanya sebatas sampai pada penempelan stiker sejak tahun 2022, yang mana saat ini mungkin program tersebut sudah kadaluarsa yang artinya masyarakat hanya mendapatkan kesenangan sesaat dari tahapan penempelan stiker tersebut. Pembangunan sebuah unit produksi yang megah merupakan sebuah keberhasilan indah, tetapi jika itu tidak dirasakan manfaatnya maka akan menjadi sebuah bangunan megah yang hanya bisa dibanggakan tanpa memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat.
Selepas pemerintahan Jefri Riwu Kore, Penjabat Walikota yang dipercaya pun seolah belum berhasil menunjukan kapasitasnya dalam meningkatkan pelayanan air bersih. Berita-berita terakhir yang menginformasikan bahwa tahun 2024 air akan mengalir selama 24 jam masih dalam tanda tanya besar karena investor yang bersedia untuk melakukan investasi di Kota Kupang pun belum menunjukan tanda-tanda pergerakan secara fisik dengan melakukan pembangunan.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah calon investor yang datang itu sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan atau tidak? Kegagalan pemasangan sambungan rumah secara gratis pada pemerintahan sebelumnya diharapkan akan dilanjutkan oleh pemimpin yang kemudian, tetapi sampai pada saat-saat terakhir masa jabatannya pun masyarakat yang telah ditempeli stiker di rumahnya belum terlihat adanya pemasangan air. Artinya kedua pemimpin setelah Jonas Salean belum mampu menyamai prestasi Walikota periode 2012-2017 dalam hal pemberian pemasangan air secara mudah dan murah kepada masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah.
Dari ketiga kepemimpinan tersebut mari kita berefleksi terkait siapa yang paling bisa memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat dan dapat dijadikan referensi bagi pihak yang akan berkompetisi untuk menjadi pemimpin kota kupang periode 2024-2029. Sebab pemimpin yang baik adalah yang berpihak kepada kepentingan masyarakat sebagai prioritas utama dengan proses yang mudah dan biaya yang terjangkau bahkan jika perlu bersifat gratis.
Kendala yang dihadapi terkait akses air bersih bagi masyarakat adalah mewujudkan target pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya di sektor air bersih di tahun 2030 yang harus mencapai akses universal dan merata terhadap air minum yang aman dan terjangkau bagi semua. Hal ini berarti masyarakat Kota Kupang harus mendapatkan pelayanan sambungan rumah secara mudah sehingga target tersebut dapat terjawab.
Salah satu cara untuk mewujudkan SDGs adalah menggabungkan program yang dianggap berhasil dari beberapa pemimpin diantaranya Jefri Riwu Kore yang berhasil membangun SPAM Kali Dendeng dengan program hibah air minum yang diperjuangkan oleh Jonas salean.
Sekarang tinggal kita berefleksi manakah pemimpin yang nantinya layak dan paling memihak kepada rakyat dengan tata kelola pemerintahan yang lebih baik serta tidak menimbulkan beban yang besar kepada masyarakat serta mampu mengoptimalkan potensi daerah secara maksimal. (Yantho Sulabessy Gromang)
Discussion about this post