Kupang inihari.co – Jelang Hari Raya Besar Keagamaan seperti bulan Puasa dan Paskah tahun 2023, harga beras diberbagai daerah di Nusa Tenggara Timur mengalami kenaikan. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya pasokan beras dari daerah-daerah sentra produksi seperti Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Nusa Tengara Barat.
“Salah satu faktor terjadinya kenaikan harga beras di NTT karena di daerah-daerah penghasil beras tersebut belum dilakukan panen raya sehingga pasokan beras ke wilayah Nusa Tengara Timur belum maksimal,” ungkap Pemimpin Wilayah Perum Bulog Nusa Tenggara Timur, Eko Yoga Cahyo Utomo di Kupang,Jumat (3/3/2023).
Menyikapi kenaikan harga beras terutama dari sisi ketersediaan, keterjangkauan harga dan fungsi stabilisasi, Perum Bulog Kanwil NTT telah melakukan beberapa langkah antisipasi. Untuk ketersediaan, saat ini Perum Bulog Kanwil NTT sedang menunggu pendistribusian beras secara Nasional atau Movnas beras dari Provinsi Jawa Timur sebanyak 19 Ribu Ton . “19 Ribu Ton ini nantinya untuk Stabilisasi harga atau operasi pasar,” jelasnya.
Sebelumnya Perum Bulog Kanwil NTT telah mengajukan Movnas sebanyak Tujuh Ribu Ton yang merupakan hasil penerimaan langsung dari impor dan hasil penerimaan dari provinsi Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Namun dari Tujuh Ribu Ton yang diajukan, Perum Bulog NTT saat itu baru mendapatkan Tiga Ribu Ton sehingga masih tersisa Empat Ribu Ton. Dengan demikian pada Maret 2023, Perum Bulog Wilayah NTT akan mendapatkan movnas beras sebanyak 19 Ribu Ton.
Menurutnya, saat ini jumlah stok beras yang tersedia di Gudang Bulog Kupang serta beberapa gudang yang tersebar di seluruh cabang Bulog di NTT sebanyak 2000 Ton. Dengan demikian apabila telah didatangkan 19 Ribu Ton maka total keseluruhan jumlah stok beras yang ada di Perum Bulog NTT sebanyak 21 Ribu Ton.
“Untuk provinsi NTT sampai saat ini Bulog NTT telah menyalurkan beras untuk kebutuhan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan atau SPHP sekitar 9500 Ton untuk seluruh wilayah di NTT,” jelas EYC Utomo.
Dari 9500 Ton tersebut, akan didistribusikan ke kantor cabang Perum Bulog yang ada di Flores dan Sumba, dengan jumlah masing-masing wilayah relatif berbeda.. “Untuk SPHP, ditingkat pengecer Perum Bulog memasok harga sebesar 8.600 Rupiah per Kilogram,” jelasnya.
Dalam pendistribusian beras ketingkat pengecer, Perum Bulog juga berkoordinasi dengan Satgas Pangan, Dinas Perindag, terkait Harga Eceran Tertingi (HET) harga pangan.
Menurut EYC, tujuan SPHP yakni membantu masyarakat agar bisa memperoleh beras dengan HET yang telah ditetapkan pemerintah yakni sebesar Rp 9.950 per Kilogram. Namun kepada pengecer, Perum Bulog juga selalu menyarankan agar menjual beras dibawah HET. “Jangan sampai beras Bulog atau SPHP dijual diatas HET yang ditentukan,” pinta EYC.
Sementara itu terkait dengan keterlambatan pengiriman beras ke NTT, menurut EYC hal tersebut disebabkan oleh cuaca yang saat ini kurang baik sehingga menghambat pelayaran kapal pengangkut.
“Dipastikan dalam waktu dekat kapal yang membawa beras dari Jawa Timur sebanyak 19 Ribu Ton sudah bisa masuk ke NTT sehingga bisa langsung didistribusikan ke gudang Bulog yang ada di seluruh kantor cabang Bulog. Dan diharapkan beras sebanyak 19 Ribu Ton itu juga dapat digunakan untuk operasi pasar atau stabilsasi harga,” jelasnya.
Untuk wilayah Timor, khususnya ke Kabupaten Belu, pihak Perum Bulog NTT sebelumnya telah melakukan pendistribusian secara lokal sebelum terjadinya tanah longsor di Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang, Perum Bulog juga telah melakukan operasi pasar melalui SPHP.
Selain Atambua, wilayah lain yang juga telah dilakukan pendistribusian lokal yakni Ende, Maumere dan Bajawa. Hal itu dilakukan karena di wilayah tersebut mengalami kekurangan ketersediaan beras sehingga Perum Bulog Wilayah NTT langsung mendistribusikan sebesar 100 Ton untuk masing-masing wilayah. (andi sulabessy)
Discussion about this post