
Kupang, inihari.co- Ketua Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Tuna Netra Indonesia , atau DPD Pertuni Nusa Tenggara Timur, Ayodatus Libing mengatakan, dulunya para penyandang disabilitas dikatakan dengan sebutan rang cacat, dan mereka disembunyikan dari kehidupan layak yang dijalani orang normal. Namun sekarang, para penyandang disabilitas sudah memiliki hak hidup seperti orang normal lainnya.
“Dulu para penyandang disabilitas selalu disembunyikan oleh keluarga mereka, karena merasa malu dengan keberadaannya yang cacat. Namun, semenjak adanya perjuangan akan pemenuhan hak dasar bagi para disabilitas yang ditandai dengan lahirnya hari disabilitas internasional pada tanggal Tiga Desember 1992, kini para penyandang disabilitas telah memiliki hak-hak dasar seperti orang normal. Hak-hak dasar itu antara lain, hak politik, hak menggembangkan diri, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, dan hak turut serta dalam pemerintahan,” kata Libing saat memberi sambutan dalam acara konser penggalangan dana dan pameran di aula lantai dua kantor Bupati Kabupaten Kupang (04/12/15).
Dirinya menjelaskan, saat ini populasi penyandang disabilitas sebanyak 400 Juta orang yang tersebar diseluruh dunia. Untuk Indonesia, popilasi penyandang disabilitas mencapai sebanyak 30 Juta Orang. Khusus untuk penyandan tuna netra, populasinya di Indonesia mencapai 3.900 orang. “Saat ini, jumlah anggota Pertuni seluruh Indonesia mencapai 220 Ribu orang,” urai Libing.
Menurut Ayodatus Libing, selama ini para penyandang disabilitas telah banyak memberikan sumbangsih bagi pertumbuhan ekonomi daerah, termasuk di Provinsi NTT, khususnya di wilayah Kabupaten Kupang. Sehingga, jika masih ada masyarakat yang menganggap bahwa keberadaan para penyandang disabilitas tidak berguna, dan perlu “dibelakangkan” maka hal tersebut merupakan pemikiran yang salah.
Namun Ayodatis Libing mengaku, dalam kehidupan sosial tidak bisa dipungkiri bahwa masih terdapat pemikiran dari segelintir orang yang menganggap bahwa keberadaan penyandang disabilitas tidak berguna, dan hal tersebut masih menjadi beban Pertuni untuk memperjuangkannya. “Selama ini Pertuni tetap berusaha membangun pendekatan dan kerja sama dengan Pemerintah beserta tokoh-tokoh masyarakat, agama, maupun adat. Hal itu bertujuan agar keberadaan penyandang cacat bisa diterima secara baik sebagaimana manusia normal lainnya,” ungkap Libing.
Dirinya juga menegaskan, pemenuhan hak-hak dasar dari para penyandang disabilitas tidak bisa terwujud jika hanya diperjuangkan oleh Pertuni sendiri, tetapi membutuhkan kerja sama dari Pemerintah untuk memperjuangkannya. (Yantho)
Discussion about this post